Sejarah mencatat sekian ratus tahun kita dijajah, sampai Idealisme tangguh dari beberapa anak bangsa menggeliat, menunjukkan karakter kuat, dan membakar ruang sempit berjelaga rakyat Indonesia, mengoyak tirani dan berkorban sehingga mampu melahirkan kemerdekaan yang kita nikmati sampai detik ini.
Kita sudah merdeka, namun betapa luka yang digoreskan kaum penjajah di negeri ini begitu menyayat dan membekas bahkan sampai sekarang. Nyiur kelapa, untaian katulistiwa, keanekaragaman dan keindahan budaya indonesia seakan romantisme para Pendiri Bangsa sekarang tak lebih dongeng pengantar tidur. Bahkan bukan lagi cerita memalukan ketika seorang anak sekolah tidak hafal dengan Pancasila dan tidak jarang hanya tahu Lagu Indonesia Raya sebagai lagu prasasti berdirinya Negara Tercinta ini. (itupun karena telinga terpaksa mendengar karena ada upacara setiap hari senin, atau kebetulan mendengar ketika kejuaraan tinju dunia dengan petinju Indonesia). Kita mulai kehilangan jejak idealisme pendiri bangsa kita.
Beberapa kejadian jelas menggambarkan fenomena itu. Malaysia mengklaim bahwa batik dan wayang adalah budaya mereka. Kita mencaci, memaki, menghujat dan bahkan seakan siap berperang dengan sikap malaysia itu. Dalam hati kecil saya : “Saya bersyukur ketika Malaysia membuat pernyataan itu”. Ketika Timor-timur, Aceh, Ambon bergolak, dalam hati kecil saya “Jangan ditutup-tutupi berita itu”.
Ketika ribuan anak kecil kita begitu menggandrungi serial “Ipin dan Upin” dan beberapa nasionalis berkata ini sebuah gerakan neo imperialisme, dalam hati saya berkata “Ipin dan Upin layak menjajah rasa dahaga ribuan anak-anak bangsa kita”.
Mengapa kita harus menunggu malaysia mengklaim budaya kita kalau kita memang menganggap budaya kita adiluhung dan harus dilestarikan, Mengapa kita harus menutup-nutupi bahwa kita kehilangan tali batin, kebersamaan historis dan keakraban dalam nuansa yang beraneka ragam. Mengapa demi sebuah keangkuhan nasionalisme kita tidak mengacungi jempol si Ipin dan Upin sehingga secara nyata mereka mampu mencuri hati ribuan anak-anak bangsa kita.
Kita bangsa yang terdiam menunggu dan terganggu ketika kita terancam kehilangan. Keanekaragaman budaya, kemajemukan karakter ribuan suku di negara kita, kekayaan SD yang sering dilukiskan sebagai untaian katulistiwa ternyata tidak cukup untuk untuk membuat kita bangkit. Mengapa Jepang yang hancur berkeping-keping, bahkan jarang sekali kita dengar tokoh besar lahir dari bangsa ini, bisa seperti sekarang. Mengapa kita tidak.
Sebuah bukti, kita bangsa yang miskin idealisme dan layak dijajah.
Betapa banyak catatan membuktikan, banyak programmer, hacker, dan tokoh2 IT Indonesia diakui oleh internasional. Tapi di mana Si Unyil, Si Huma, Gundala, Gatotkaca, Pandawa bersembunyi, ketika Si Ipin dan Upin menyapa riang dari seberang laut Malaysia. Mengapa seakan kita sudah tidak lagi percaya diri dengan kekuatan dan nilai-nilai adi luhung budaya Nusantara.
Kita adalah bangsa yang disibukkan oleh perilaku dan naluri miskin typikal yang terhormat dan terpercaya para pejabat. Lihat saja: Yang terhormat Anggota Dewan saling jotos, kasus lingkaran korupsi yang tak kunjung henti, celoteh politikus yang berbisik mesra menghasut, dlsbytbdss (dan lain sebagainya yang tak bisa disebutkan satu persatu)
Apakah berlebihan jika dikatakan kita adalah bangsa yang tidak memiliki karakter, yang sudah kehilangan jejak pendiri bangsa ini.
Yang pasti aku bukan seorang nasionalis, aku hanya seorang yang rindu Si Huma dan Si Unyil yang pernah menyapa masa kecilku, yang sedikit terhibur oleh gaung LASKAR PELANGI.
Salam,
Hmmm…tolong angkat tangan yang kupingnya panas membaca kenyataan diatas.
Dan benar prasasti kita semakin memudar dan rasa nasionalisme kita dinilai dengan cara-cara yang dangkal. Elite negeri ini lebih sibuk berjibaku dengan jabatan dan kursi goyangnya saja.
Kurang bang.. Angkat dua tangan…!!
aq dulu juga suka unyil… aq lebih menyukai produk indonesia… secara rasa nasionalismeku lumayan tinggi… dan aku prihatin dengan keadaan bangsa dan negara kita… adanya bangsa lain mengklaim budaya kita dikarenakan kitanya sendiri malah terlarut dengan budaya bangsa lain… salah siapa?? dan mungkin kurang adanya hubungan yang harmonis antara 2 negara itu sebagaimana dulu telah terjalin erat… sehingga mereka udah ga menghargai persahabatan antar negara lagi… ga sungkan2 tukmengklaim ini dan itu… 😦
mungkin mereka merasa Indonesia sudah tak pantas untuk di segani..
kapan jati diri bangsa kita ini kan kembali, mahesa?? rose ingin melihat Indonesia yang jaya, seperti masa lampau…
Jati diri kita tidak benar-benar hilang, hanya sedikit tersipu oleh budaya individu yang mendayu merayu…
Bukan hanya masalah itu, kita sendiri masih suka sibuk dengan konflik internal, banyak yang masih mengekslusifkan diri ke dalam golongan atau kelompok tertentu dan tidak peduli, merendahkan bahkan bisa sampai menyerang dan berniat menghancurkan kelompok lainnya….
Sebelum kita bisa berbicara sebuah bangsa yang besar, maka masalah-masalah antar golongan mesti dipecahkan dulu…
kita sibuk dengan diri sendiri, kelompok kecil kita, dan lingkaran kepentingan yang menguntungkan…
hmmm
ternyata memudar nya prasasti tak juga disadari anak bangsa ya mas pandu?
Sebuah raksasa budaya pelan dan pasti menggeser dominasi kultur lokal, dan itu butuh gerakan moral individu dan terprogram dari pemilik keputusan, pemerintah.. pemerintah ikut bertanggungjawab…!!
heu,,heu…
begitulah negeri ini…
yang sadar, yang baru menyadari yuk sama2 kita
mencoba merubah negeri ini menjadi lebih baik…
agar lebih memiliki rasa sbg bangsa yg memiliki moral
membangun dan positip,,,apapun caranya…yg kita bisa…
salam hangat,,, 😀
setuju mas..
Kita terbuai oleh warisan, tanpa mampu menjaga dan melestarikan, apalagi mengembangkan.
Tempat wisata di Indonesia rata2 juga karena warisan atau bawaan alam, tanpa pernah menciptakan.
Bisanya cuman nggunduli hutan dan ngeruk isi laut
Naluri khas seorang miskin, hanya mikir perut kenyang tanpa sempat sedikit saja nguri-uri.. Apalagi mengembangkan..
Menyedihkan memang… 😦
masihkah kita bisa membaca prasasti kita, bukti sejarah peradaban kita, keberadaban kita?
jangan sampai kita sendiri tak tahu, lupa bahkan mengabaikan bukti sejarah kita.
nanti kalau dipalsu, dicuri bahkan dihcnurkan, bagaimana kita
apa kata dunia?
prasasti itu sebenarnya tidak mungkin benar-benar hilang, karena dia adalah nafas setiap langkah kita. Bukankah sebuah budaya lahir dengan jujur buah pemikiran dan filosofi keseharian kita…
Sebenarnya ada kesalah pahaman disini. Saya bukan berniat membela Malaysia, tapi beberapa teman saya juga banyak yang dari Malaysia. Selama ini Malaysia hanya di kenal memiliki suku Melayu, Cina dan India. Tapi sebenarnya di Malaysia juga banyak orang Jawa, Bugis, Dayak, Banjar, dan lainnya. Banyak moyang mereka dari Indonesia juga. Dan yang jadi kesalahan pemerintah di Malaysia adalah karena semua yang menganut agama Islam di anggap Melayu. Jadi muncullah persepsi kalau Malaysia mengklaim budaya kita.
Terima kasih kunjungan dan sapa koreksinya… Menurut saya budaya memang bukan milik negara tapi milik komitmen sebuah komunitas sebagai jalan hidup dan kekayaan alamiah filosofis suatu peradaban..
menyapa di pagi hari..
saLam dari PurbaLingga…
membalas di siang hari, makasih kunjungannya
Benar, mas mahesapandu. Budaya memang bukan milik negara tapi komunitas. Keturunan Tionghoa yang tinggal dan menjadi WNI juga banyak yang membawa budaya mereka di Indonesia. Lalu, mau-kah kita Indonesia di tuduh mengklaim budaya Tionghoa? Tentu saja tidak.
Untuk kasus batik, reog dan seterusnya yang ada di Malaysia, seharusnya pemerintah Malaysia tidak menyamaratakan semua penganut Islam yang berbeda suku dan budaya lalu di anggap Melayu.
mudah-mudahan kita tidak terjebak dengan bingkai karena beda budaya, justru saling belajar. Saya yakin perbedaan sengaja dicipta Oleh Sang Maha Karya agar kita saling koreksi dan belajar.
analisa yang tepat sekali, bang..
mungkin kita sedang berada pada titik kehilangan jati diri bangsa.
bagaimana klo kita saja yang memulainya yuk, paling tidak dari diri kita sendiri, dengan berusaha menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar tanpa harus dipadupadankan dengan bahasa inggris yang diindonesiakan?
Siap melaksanakan instruksi
wah wah wahh
smoga ajah
jati diri akan kembali dan bangkit
ayooo majulah negriku
memang yah klo sudah ada pernyataan mengkalim dari pihak lain baru deh rasa nasionalisme dan cinta budaya itu muncul ke permukaa, tapi setelah itu redup lagi bagai di telan bumi, mudah2an jati diri dan ciri khas budaya bangsa kita bisa bangkit lagi amien..
lia juga sangat merindui masa2 dulu dimana TV kita menampilkan acara Ibu2 PKK, si unyil, Flora Fauna…
skrg media.. demi mengejar rating lebih banyak menampilkan sensasi2 yg anehnya juga ditonton… :(( media berpengaruh besar…..
Semoga kita termasuk golongan2 seperti yg mas ceritakan yg suka jotos2an…. dan itu kita mulai dengan diri kita dan lingkungan sekitar kita.. ^_^
uppss ada yg missing … maksudnya semoga kita TIDAK ikutan2 mereka yg suka jotos2an mengalahin anak kecil… :((..
bangsa ini tertinggal jauh dengan bangsa lain karena KORUPSI. terbukti ia sungguh menghabiskan energi bangsa…. membuat bangsa ini tercabik-cabik.
namun demikian tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki semuanya, mungkin dimulai dari kita.. tulisan ini adalah salah satu bentuk bagaimana kita tidak pernah lelah menjalankan fungsi kontrol atas pemerintah/bangsa…
*saya dan anak2 sangat menyenangi serial upin-ipin, permainan ‘stik’ begitu booming sekarang ini… dan sebenarnya, anak bangsa ini mampu membuat serial 3D serupa… namun..lagi-lagi korupsi melabasnya..
Semoga keadaan semakin membaik, dan kondusif untuk munculnya serial anak produk anak bangsa..
Untungnya si unyil masih bisa pegang laptop…
Meski tidak sepenuhnya, lumayanlah..
saya mencari buku Mahabarata sampai saat ini belum dapat, kalau ramayana sudah dapat versi novelnya karya Sindunata
pencarian buku-buku klasik pasti butuh kesabaran,.. mudah2an segera menemukan.
Ayo sineas dan kartunis Indonesia!
Berkreasilah 🙂
itu yang ditunggu-tunggu rasa dahaga anak-anak bangsa kita..
itulah indonesia..aku sdh gak bisa berkata byk krn byk pejabat yg membuat bangsa ini kacau dan tertinggal..pejabat koruptor.. 😦
Mungkin jadi pejabat ga mudah ya… Aku yakin banyak orang-orang idealis dan bagus di sana, tapi seakan tertelan oleh sistem, atau sebuah konspirasi terlalu kuat untuk seorang idealis yang sendirian..
Ditempatku kesenian masih kental,
saya pun sempat diajarkan main kecapi sama anak2 SD
Selalu diadakan acara 2 tahunan yang menarik minat wisatawan dari mancanegara, meski orang2 sekitarnya masih banyak yang tak tahu.
Acara itu diadakan diKawali, di situs Astana Gede, dsana terdapat 7 prasasti. Jaman dahulu adalah pusat kerajaan Galuh, meskipun sekarang tetap saja masih kampung. Tapi aku cinta kampungku.
Acaranya bernama Nyiar Lumar, dimulai pada tahun 1998.
Trimakasih telah berkunjung.
semakin memudar mungkin rasa nasional pada anak2 muda kita 🙂
Ketika ribuan anak kecil kita begitu menggandrungi serial “Ipin dan Upin” dan beberapa nasionalis berkata ini sebuah gerakan neo imperialisme, dalam hati saya berkata “Ipin dan Upin layak menjajah rasa dahaga ribuan anak-anak bangsa kita”.
kayaknya ga hanya riuan deh mas..
jutaan kali ya..
dan bukan hanya anak2 kok..
Tapi juga org dewasa…
Jadi inget waktu dulu sering download Ipin & Upin d tahun 2008 pertengahan.
Hmmm,,,
mungkin skedar pengalihan isu atau pemantikan gerakan benci Malaysia saja dr beberapa org / pejabat yg ingin membawa sebuah isu.
Menjadikan batik sbg isu nasionalisme ternyata justru dimanfaatkan dg Kampanye Bisnis batik dr salah seorang presiden kita lengkap dg menurunkan kekuatan seluruh keluarganya…, menantunya dll.
*Cape deh
[Maaf om, komentar saya agak kurang nyambung hehehe]
Jadi yang sebenarnya bermasalah pada indonesia itu, bukanlah indonesia nya. Saya bangga dengan identitas saya sebagai bangsa Indonesia. Saya bangga dengan budaya indonesia, dan saya bangga dengan bahasa indonesia.
Tapi, saya tidak bangga dengan karakter manusia-manusia indonesia nya sendiri (tidak perlu dibilang kan apa saja?).
Ya sebagai contoh “kecil” (dalam konteks tulisan anda), mengapa tidak ada inisiatif dari pemerintah untuk membuat suatu website yang menampung KOMPLIT seluruh informasi kebudayaan indonesia (foto, peta geokultural, rumah adat, musik daerah, pakaian daerah, bahasa daerah).
Kalau ada, pasti asik sekali. Generasi muda sekarang (dan juga dunia internasional), tidak perlu repot lagi mempelajari kebudayaan indonesia.